Facebook

ANALISA SISTEM BELAJAR TATAP MUKA DAN JARAK JAUH, KESENJANGAN ATAS TUJUH ASPEK TUJUAN PENDIDIKAN HUMANISTIK, DAN PEMANFAATAN OPEN EDUCATIONAL RESOURCES (OER)



ANALISA SISTEM BELAJAR TATAP MUKA
DAN JARAK JAUH, KESENJANGAN ATAS TUJUH ASPEK
TUJUAN PENDIDIKAN HUMANISTIK, DAN
PEMANFAATAN OPEN EDUCATIONAL RESOURCES (OER)



Sistem belajar tatap muka dan sistem belajar jarak jauh,  kegiatan pembelajaran manakah yang dapat menggunakan atau dikembangkan berdasarkan teori belajar  behavioristik, teori belajar kognitif,  teori belajar sosial, dan teori belajar humanistik ?

Sistem pembelajaran  tatap muka maupun sistem pembelajaran jarak jauh, keduanya dapat dilaksanakan dan dikembangkan dengan menggunakan berbagai teori belajar yang ada, baik teori belajar behavioristik, kognitif, kognitif sosial, maupun humanistik. Teori-teori belajar tersebut berperan sebagai sarana/media/alat/program yang dapat dilaksanakan dan dikembangkan ke dalam kedua jenis sistem pembelajaran, baik pada pembelajaran dengan sistem tatap muka maupun jarak jauh, namun juga perlu dipertimbangkan pelaksanaan yang disesuaikan dengan keadaan/kondisi di lapangan. Sistem tatap muka dapat diaplikasikan pada pembelajaran bersifat paedagogis, sedangkan sistem jarak jauh akan efektif untuk pembelajaran andragogis.
Implikasi teori belajar behavioristik dalam pembelajaran memiliki lima (5) karakteristik yaitu penekanan hasil belajar yang spesifik dan dapat diamati; belajar dengan kecepatan sendiri; penguatan yang terus menerus; hasil belajar yang telah “benar” digunakan sebagai penguatan; dan pengurangan bimbingan secara bertahap. Sedangkan bentuk pembelajaran yang menunjukkan aplikasi dari teori belajar behavioristik adalah penekanan kepada perilaku; praktek dan latihan berulang-ulang; serta memutus kebiasaan secara bertahap.
2
Dari penjelasan implikasi dan bentuk pembelajaran teori belajar behavioristik tersebut di atas, maka baik sistem belajar tatap muka maupun sistem belajar jarak jauh dapat dilaksanakan dan dikembangkan dengan teori ini. Pengkondisian yang tepat dan sesuai akan mendukung pelaksanaan dan pengembangan proses belajar sehingga mampu memberikan hasil maksimal, baik pada pembelajaran yang dilaksanakan dengan sistem tatap muka maupun pembelajaran yang dilaksanakan dengan menggunakan sistem jarak jauh.
Pada sistem pembelajaran tatap muka, teori belajar behavioristik dapat dilaksanakan dan dikembangkan dengan pola interaksi antara guru dan siswa secara langsung (direct)/berhadapan langsung. Pelaksanaan sistem tatap muka dengan menggunakan teori belajar behavioristik dapat diterapkan baik pada kegiatan pembelajaran yang bersifat paedagogis maupun andragogis. “Guru menyajikan materi dalam bentuk terpisah dan berurutan, memberikan kesempatan/membimbing siswa sesuai dengan kemampuan masing-masing siswa, dan evaluasi bertingkat pada masing-masing bagian materi sebelum evaluasi akhir yang memperlihatkan perubahan perilaku (pengetahuan) siswa secara holistik”.
Pelaksanaan perkuliahan dengan sistem online adalah contoh pembelajaran jarak jauh. Pelaksanaan dan pengembangan teori belajar behavioristik pada sistem pembelajaran jarak jauh kurang lebih sama dengan pelaksanaan dan pengembangan pembelajaran dengan sistem tatap muka, yakni dengan melaksanakan tahapan-tahapan sesuai dengan implikasi dan bentuk teori belajar behavioristik namun dengan bantuan sarana teknologi informasi dan komunikasi. Bentuk penguatan pada belajar jarak jauh bisa dilakukan dengan secepatnya memberikan nilai pada masing-masing bagian materi ketika batas waktu telah terlampaui. Tutor/ pembimbing juga diharuskan ikut masuk dan aktif dalam bentuk-bentuk diskusi dan semua kegiatan yang terintegrasi dalam pembelajaran jarak jauh. Teori belajar behavioristik dengan sistem jarak jauh akan efektif dilaksanakan pada pembelajaran yang bersifat andragogis.
Ciri-ciri pembelajaran yang dilaksanakan dengan menggunakan teori belajar kognitif adalah adanya penyediaan pengalaman belajar dengan dikaitkan pada proses pembentukan pengetahuan; penyediaan alternatif pengalaman yang sewaktu-waktu bisa dilaksanakan sesuai jalannya proses pembelajaran; pengintegrasian pembelajaran dengan situasi realistik, relavan dan kongkret; pengintegrasian pembelajaran dengan interaksi/ kerjasama antar individu dengan lingkungan; memanfaatkan berbagai sumber media; dan melibatkan siswa secara emosional dan sosial untuk membangun suasana belajar yang menarik dan menyenangkan.
Berdasarkan ciri-ciri pembelajaran dengan menggunakan teori belajar kognitif di atas, maka pada praktek pembelajaran dengan sistem tatap muka dapat diterapkan dan dikembangkan dengan menggunakan teori belajar ini. Contoh kronologi pembelajaran tatap muka dengan menggunakan teori belajar kognitif adalah pelaksanaan pembelajaran kelas 5 sekolah dasar (tahap operasi kongkret) dengan materi sistem gerak tubuh (kerangka). Guru memberi penjelasan pengertian dan kegunaan tulang terlebih dahulu dengan menggunakan peraga  torso kerangka manusia dan pemodelan (salah satu siswa saya jadikan model untuk menjelaskan kegunaan tulang), selama proses pembelajaran siswa diberikan kesempatan untuk mengemukakan hal-hal yang mereka ketahui terkait materi. Penguatan terkait materi dan diakhiri dengan evaluasi.
Penjelasan dengan menggunakan pemodelan dilakukan dengan tujuan mengasosiasi pengetahuan siswa yang diakomodasi dengan interaksi dalam proses belajar mengajar, penguatan akhir sebelum dilaksanakan evaluasi berperan sebagai equilibrasi.
Pada sistem pembelajaran jarak jauh yang kebanyakan dilaksanakan oleh pembelajar yang bersifat andragogis, akan sangat efektif dilaksanakan karena berbagai sumber dapat diakses sebagai yang mencerminkan proses asimilasi, akomodasi dan equilibrasi dari pengetahuan atau materi yang sedang dibahas. Namun proses pembelajaran dengan sistem jarak jauh ini diperlukan tingkat keaktifan yang tinggi dari peserta pembelajar untuk berkembang dengan menggunakan berbagai sumber yang ada baik sumber utama berupa buku modul utama maupun sumber-sumber lainnya. Keberadaan tutor/ pembimbing hanya sebagai pengendali, pemicu awal, pengatur jalannya pembelajaran, dan pengkonfirmasi dari jalannya pembelajaran supaya tidak melebar dan fokus pada hal-hal yang menjadi tujuan pembelajaran.
Dalam teori belajar sosial, perlu diperhatikan karakteristik siswa yang meliputi perbedaan individu, kesiapan, dan motivasi; proses pemindahan pengetahuan (transfer of learning); dan konteks sosial dalam pembelajaran. Hal-hal tersebut di atas jika diperhatikan, dilaksanakan, dan dikembangkan dalam proses pembelajaran baik dalam sistem tatap muka maupun jarak jauh akan memberikan hasil yang maksimal sesuai dengan tujuan pembelajaran yang diharapkan.
Guru menggunakan beberapa teknik menarik perhatian siswa untuk mengetahui perbedaan karakteristik masing-masing siswa disertai dengan motivasi. Menggunakan berbagai media pendukung dalam proses pembelajaran yang didesain menghubungkan interaksi pembelajaran dengan konteks sosial keseharian siswa. Evaluasi pembelajaran dengan menggunakan evaluasi yang dikaitkan dengan keseharian siswa.
Pada contoh kronologi pembelajaran yang dilakukan dengan sistem tatap muka tersebut, akan sangat membantu siswa dalam memahami materi yang diberikan, karena dari awal, siswa mendapatkan perhatian dari guru sesuai dengan karakteristik masing-masing dan proses pembelajaran serta evaluasi selalu dikaitkan/ dihubungkan dengan keseharian siswa.
Pada proses pembelajaran dengan sistem jarak jauh, hal ini dapat dilaksanakan dan dikembangkan dengan memberikan forum-forum perkenalan terlebih dahulu, pemberian/ pengungkapan permasalahan yang terjadi di lingkungan sekitar pembelajar, pemberian kesempatan untuk mengemukakan pendapat sebagai solusi alternatif dari permasalahan yang terjadi serta saling berbagi dan saling memberikan solusi antar pembelajar yang terbina dengan baik, teratur, dan terus menerus dengan bantuan/ bimbingan dari tutor.
Teori belajar humanistik memiliki tahapan-tahapan yaitu pendidik mendorong siswa untuk mengekspresikan perasaan; penggalian permasalahan siswa terkait materi; pengembangan umpan balik terkait solusi dari permasalahan; perencanaan pemecahan permasalahan dengan klarifikasi pendidik; dan pelaksanaan solusi pemecahan masalah oleh siswa dengan dukungan pendidik. Hal ini jelas menunjukkan bahwa siswa bukanlah obyek dari pembelajaran namun lebih dari itu, siswa adalah subyek yang mampu menyelesaikan permasalahan (materi) dengan bantuak subyek pendukung dalam hal ini guru atau pendidik.
Guru menanyakan permasalahan terkait hal-hal yang belum pahami siswa mengenai materi yang akan diajarkan untuk kemudian diinventarisir dengan pola hubungan sederhana ke rumit. Memberikan keleluasaan dan bimbingan kepada siswa untuk merencanakan solusi pemecahan terkait materi yang telah diinventarisir. Pelaksanaan pembelajaran (interaksi) menyeluruh sebagai bentuk pelaksanaan pemecahan masalah untuk selanjutnya diberikan evaluasi.
Pada contoh kronologi pembelajaran tersebut di atas, telah mencerminkan pelaksanaan dan pengembangan pembelajaran tatap muka dengan menggukana teori belajar humanistik. Dalam hal ini guru tidak memperlakukan siswa sebagai obyek pembelajaran, namun siswa lebih di”manusiakan” dengan diberikan keleluasaan untuk menyatakan, merencanakan, dan melaksanakan solusi atas pemecahan permasalahan terkait materi yang sedang dibahas. Guru selanjutnya tidka hanya melihat tanpa bertindak apa-apa, namun tetap dalam proses pembelajaran guru harus mengiringi, mengklarifikasi, mengkonfirmasi, dan memberikan persetujuan atas solusi pemecahan masalah (materi) yang dilakukan oleh siswa.
Pada pembelajaran sistem jarak jauh, hal ini sudah dilaksanakan dengan adanya keleluasaan bagi pembelajar untuk mengemukakan permasalahan-permasalahan yang timbul di lingkungan sekitar pembelajar, menyampaikan pendapat sebagai alternatif solusi dengan didukung dari berbagai pihak baik dari tutor ataupun pembelajar lainnya. Hal yang penting di sini adalah peran tutor untuk mengiringi, mengklarifikasi, mengkonfirmasi, serta memberikan solusi-solusi alternatif lainnya dalam pemecahan permasalahan yang dialami oleh pembelajar.




Kesenjangan yang terjadi antara kenyataan yang terjadi dengan kondisi ideal hubungannya dengan kurikulum yang berlaku berdasarkan ketujuh aspek pendidikan menurut teori belajar humanistik

Sebelum membahas kesenjangan yang terjadi antara kenyataan yang terjadi di sekolah-sekolah dengan kondisi ideal terkait kurikulum yang akan dikaji berdasarkan aspek pendidikan akan lebih baik untuk kita pahami dahulu mengenai tujuh (7) aspek pendidikan menurut teori belajar, sebagai berikut :
1.    Perkembangan personal (personal development) yang meliputi kesadaran diri (self awareness), tilikan diri (self insight), yang bertujuan untuk memusatkan perhatian pada pertumbuhan personal individual peserta didik sebagai hasil dari pembelajaran. 
2.    Perilaku kreatif (creative behavior) yang mencakup pengembangan kemurnian (originality), kreativitas (creativity), imajinasi (imagination), interprestasi (new interpretation), makna baru (novel meanings) dan sejenisnya yang mampu memberikan gambaran yang lebih jelas menjadi apa peserta didik nantinya.
3.    Kesadaran antar pribadi (interpersonal awarness) yang meliputi interaksi sosial (social interaction), proses kelompok (group process), kepemimpinan (leadership) dan komunikasi yang bertujuan untuk penekanan saling pengaruh antar manusia dan pembangunan kesan yang baik ketika peserta didik terjun di lingkungan masyarakat kelak.
4.    Orientasi terhadap mata pelajaran / disiplin ilmu (subject of discipline orientation) yang bertujuan untuk mengorganisasikan perasaan suka dan tidak suka siswa atas mata pelajaran atau disiplin ilmu yang sedang dipelajari.
5.    Materi khusus (specific content) yang bertujuan untuk memadukan aspek kognitif, psikomotorik, dan afektif (humanistik) sebagai bagian dari pembelajaran.
6.    Metode pembelajaran (method of teaching) yang bertujuan untuk pelaksanaan pembelajaran yang mampu memusatkan perhatian berbagai alternatif pendekatan afektif (humanistik) dalam menciptakan pengalaman belajar di dalam dan luar kelas.
7.    Guru dan tenaga kependidikan lainnya (teachers and administrators) yang bertujuan untuk pemusatan perhatian atas pribadi guru dan pengelola pendidikan untuk dapat dijadikan panutan atau teladan bagi peserta didik.

Selanjutnya yang merupakan kesenjangan yang terjadi antara kenyataan yang terjadi dengan kondisi ideal terkait kurikulum yang akan dikaji berdasarkan aspek pendidikan akan lebih baik untuk kita pahami dahulu mengenai tujuh (7) aspek pendidikan menurut teori belajar humanistik adalah dalam pelaksanaan kurikulum di lembaga-lembaga pendidikan.
Terkait perkembangan personal, kesenjangan terjadi terutama pada unsur siswa. Masih adanya siswa yang belum memiliki kesadaran diri, umpan balik pembelajaran dalam kehidupan siswa, dan motivasi untuk belajar merupakan kesenjangan yang seharusnya siswa memiliki memiliki kesadaran diri, umpan balik pembelajaran dalam kehidupan siswa, dan motivasi untuk belajar yang tinggi. Hal ini menjadi tugas guru untuk terus menerus memberikan bimbingan supaya kesenjangan yang ada dapat dihilangkan minimal dikurangi.
Perilaku kreatif dalam pelaksanaan kurikulum 2013 yang diterapkan di lembaga pendidikan memiliki rata-rata memiliki kesenjangan-kesenjangan, yaitu belum maksimalnya pelaksanaan pembelajaran yang dilaksanakan dengan kreatif oleh guru karena kurangnya wawasan guru terkait kurikulum yang diterapkan yang tergolong masih baru sehingga memberikan dampak kurangnya kreativitas siswa dalam pelaksanaan pembelajaran, namun hal ini telah, masih, dan akan tetap diusahakan solusinya baik dari diri pribadi praktisi pendidikan, maupun oleh pemerintah.
Pada aspek kesadaran antar pribadi pendidik, cenderung tidak ada kesenjangan berarti yang terjadi, baik guru, pengelola pendidikan, dan siswa kesemuanya memiliki kesadaran diri dalam pengembangan diri atas hal-hal yang kurang dipahami terkait pelaksanaan kurikulum yaitu dengan rutin melakukan interaksi dalam proses perencanaan, pelaksanaan, evaluasi, dan pelaporan terkait pelaksanaan kurikulum.
Orientasi terhadap mata pelajaran atau disiplin ilmu terdapat kesenjangan yakni beberaa guru yang sangat menyukai mata pelajaran tertentu, sehingga dalam proses pembelajarannya memberikan waktu yang lebih banyak untuk memberikan pelajaran yang disukainya tersebut. Hal ini memberikan dampak kurang baik terutama pada siswa terkait tingkat penyerapan pada mata pelajaran lainnya.
Aspek tujuan materi khusus cenderung tidak terdapat kesenjangan, hal ini dibuktikan dengan beberapa kegiatan yang menunjukkan aspek humanistik yang dilaksanakan dalam proses pelaksanaan pembelajaran yang berlangsung yaitu dengan pelaksanaan do’a sebelum dan sesudah belajar, menyanyikan lagu wajib nasional, pembacaan shalawat nariyah, pelaksanaan program baca tulis dan hafalan Al-Qur’an, serta aktif dalam mengikuti lomba-lomba dalam peringatan hari besar agama dan nasional.
Kesenjangan yang menurut saya masuk dalam kesenjangan yang berat adalah menganai aspek metode pembelajaran. Beberapa guru hanya mampu menerapkan pembelajaran dengan pengaplikasian metode-metode pembelajaran yang hanya itu-itu saja sehingga memberi dampak kurang baik pada hasil belajar siswa. Namun hal ini dapat dilakukan pemecahannya dengan mengadakan peer teaching antar guru yang dilaksanakan setiap hari sabtu setelah siswa pulang sekolah dengan mendatangkan nara sumber.
Antara guru dan tenaga kependidikan lainnya terdapat kesenjangan pada aspek tenaga kependidikan lainnya. Tidak adanya sumber daya manusia pada pos tenaga administrasi/ operator sekolah mengharuskan salah satu guru untuk menjalankan fungsi rangkap sebagai guru dan juga sebagai operator. Kesenjangan ini belum mendapatkan perhatian dari kepala sekolah yaitu sampai saat ini belum dicarikan petugas khusus untuk melaksanakan tugas sebagai operator.

Pada era digital saat ini banyak pembelajaran menggunakan berbagai sumber belajar termasuk pemanfaatan open educational resources (OER) yang dapat diakses melalui situs atau web tertentu. Tanggapan terkait  dengan pembelajaran tersebut ditinjau dari teori belajar dan teori pembelajaran, serta bagaimana semestinya pembelajaran pada era digital itu dirancang !

Pelaksanaan pembelajaran yang berbasis pada open educational resources (OER) yang dilandasi teori belajar behavioristik dengan catatan siswa dalam belajar dengan menggunakan sumber-sumber yang sangat luas dan mudah diakses harus tetap didampingi dan diarahkan oleh guru/ pembimbing yang berperan untuk mengontrol pelaksanakan tahapan-tahapan sesuai dengan implikasi dan bentuk teori belajar behavioristik dengan bantuan sarana teknologi informasi dan komunikasi. Bentuk penguatan dapat dilakukan dengan pemberian nilai/penghargaan drai guru/pembimbing kepada siswa yang telah menunjukkan peningkatan. Pembimbing/guru juga diharuskan ikut mengawal dan aktif dalam bentuk-bentuk pemilihan dan analisa sumber pembelajaran dari open educational resources (OER).
Dikaji dari teori belajar kognitif, pemanfaatan open educational resources (OER) akan sangat efektif dilaksanakan karena berbagai sumber dapat diakses sebagai yang dapat memperlancar dan mempercepat proses asimilasi, akomodasi dan equilibrasi dari pengetahuan atau materi yang sedang dibahas. Namun proses pembelajaran ini menuntut keaktifan yang tinggi dari peserta pembelajar untuk berkembang dengan menggunakan berbagai sumber yang ada baik sumber utama berupa buku modul utama maupun sumber-sumber lainnya.
Pemanfaatan open educational resources (OER) pada proses pembelajaran dengan menerapkan teori belajar sosial akan sangat membatu proses pembelajaran karena dengan interaksi dengan sumber-sumber pembelajaran yang sangat luas dapat diakses untuk memberikan solusi atas permasalahan yang terjadi pada proses pembelajaran. pemberian/ pengungkapan permasalahan yang terjadi di lingkungan sekitar pembelajar, pemberian kesempatan untuk mengemukakan pendapat sebagai solusi alternatif dari permasalahan yang terjadi serta saling berbagi dan saling memberikan solusi antar pembelajar yang terbina dengan baik, teratur, dan terus menerus.
Pembelajaran yang menekankan adanya keleluasaan bagi pembelajar untuk mengemukakan permasalahan-permasalahan yang timbul di lingkungan sekitar pembelajar, menyampaikan pendapat sebagai alternatif solusi dengan didukung dari berbagai pihak baik dari tutor ataupun pembelajar lainnya. Untuk mendukung pelaksanaan pembelajaran yang didasari dengan teori belajar humanistik akan sangat terbantu dengan adanya sumber dari open educational resources (OER). Hal yang penting di sini adalah peran guru/pembimbing untuk terus mengiringi, mengklarifikasi, mengkonfirmasi, serta memberikan solusi-solusi alternatif lainnya dalam pemecahan permasalahan yang dialami oleh pembelajar
Pemanfaatan open educational resources (OER) yang dapat diakses melalui situs atau web tertentu pada saat bukan tidak mungkin untuk dilaksanakan seiring dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang berkembang sangat pesat. Namun dalam pelaksanaan dan pengembangannya diperlukan banyak batasan yang sangat diperlukan untuk memberikan proteksi atau pengamanan terhadap peserta pembelajar dari dampak-dampak atau efek negatif dari pelaksanaan pembelajaran yang berbasis pada open educational resources (OER). Batasan-batasan tersebut harus tetap didasarkan pada teori belajar yang sudah ada supaya tetap dapat berjalan pada koridor pendidikan yang sesuai dan juga harus disesuaikan dengan landasan pendidikan sesuai dengan yang dianut oleh suatu negara tertentu.

3 Komentar untuk "ANALISA SISTEM BELAJAR TATAP MUKA DAN JARAK JAUH, KESENJANGAN ATAS TUJUH ASPEK TUJUAN PENDIDIKAN HUMANISTIK, DAN PEMANFAATAN OPEN EDUCATIONAL RESOURCES (OER)"

  1. terima kasih banyak postingannya menambah ilmu tentang teori dan praktek pembelajaran bagi saya.

    BalasHapus
  2. Terima kasih pa materinya sangat membatu memahami tepri-teori belajar yang dihubungkan dengan system belajar tatp muka dan jarak jauh,

    BalasHapus

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel