Facebook

KEKERASAN DALAM LINGKUNGAN PENDIDIKAN DITINJAU DARI USIA ANAK BERDASARKAN SOSIO EMOSIONAL DAN MORAL



KEKERASAN DALAM LINGKUNGAN PENDIDIKAN DITINJAU DARI USIA ANAK
BERDASARKAN SOSIO EMOSIONAL DAN MORAL

Permasalahan dunia pendidikan di negara kita memang seakan-akan tidak ada ujung akhirnya. Banyaknya kasus kekerasan dalam dunia pendidikan, baik yang melibatkan guru dengan siswa, siswa dengan siswa, maupun guru dengan wali siswa, terus menerus menghiasi pemberitaan baik di media cetak maupun media elektronik. Selesai satu kasus dengan harapan itu merupakan kasus terakhir yang terjadi di dunia pendidikan kita, dalam jangka waktu tidak seberapa lama, disusul lagi dengan kasus-kasus lainnya yang semakin menunjukkan belum berhasilya pelaksanaan pendidikan di negara kita walaupun perencanaan pendidikan yang sangat baik telah dilakukan dengan mengadopsi banyak teori-teori hebat dari ahli-ahli yang telah teruji yang tertuang dalam kurikulum pendidikan terasa masih belum menunjukkan hasil yang maksimal dan sesuai dengan yang diharapkan.
Dalam hal ini, anak yang menjadi pelaku kekerasan sejatinya adalah juga merupakan korban, yakni korban dari lingkungan yang tidak ramah sehingga menjadikan anak menjadi berperilaku tidak sesuai dengan usianya sebagai anak, selain itu anak merupaka produk dari interaksi sosial dan budaya dari lingkungan dimana dia tinggal.
Adanya kasus-kasus tersebut memang benar menunjukkan bahwa pendidikan terutama pada proses pelaksanaan pembelajaran dan hasil produk pendidikan yang telah terlaksana di negara kita bisa disebut kurang berhasil. Harus kita akui hal-hal terkait kasus tersebut terjadi, baik langsung ataupun tidak langsung merupakan kesalahan kita semua. Sekolah, dinas terkait, kementerian terkait bahkan negara menurut saya turut bertanggung jawab atas terjadinya kasus-kasus tersebut.
Selanjutnya, mari kita bersama-sama untuk mengusahakan supaya kasus-kasus dalam dunia pendidikan tersebut di atas tidak terulang kembali. Mari kita perbanyak dan lebih mengintensifkan penanaman moral kepada anak didik kita, bagi pihak sekolah dukung terus program pengembangan karakter supaya menghasilkan hasil yang terbaik, bagi dinas terkait, kementeraian terkait dan pemerintah dukung pelaksanaan penanaman karakter supaya perilaku siswa dan juga semua warga negara yang sejatinya merupakan produk dari pendidikan dan lingkungan memiliki karakter yang baik dan dapat memajukan negara sesuai dengan tujuan negara. Yang tidak kalah pentingnya peranan partisipasi masyarakat sangat dibutuhkan untuk mendukung dan memonitoring pelaksanaan program penanaman karakter karena kepada masayarakatlah nantinya hasil produk pendidikan dan lingkungan akan memulai berkiprah dan menunjukkan hasil baik yang merupakan produk dari hasil kerja kita bersama sebagai warga negara.
Perasaan atau efek yang terjadi ketika seseorang berada dalam suatu kondisi atau sedang terlibat dalam interaksi sosial (lingkungan) yang penting bagi dirinya adalah merupakan definisi dari sosio emosional. Kemampuan sosio emosional anak seusia SD sampai SMP lebih terpengaruhi dari proses peniruan kepada hal-hal yang ada di lingkungan sekitarnya, jika lingkungan mendukung atau cenderung baik, maka kemampuan sosio emosional anak akan lebih cenderung mengarah ke arah positif, begitu pula sebaliknya.
Berbeda ketika anak usia SMA, pada masa ini disebut masa transisi, peningkatan drastis terkait kemampuan sosio emosional namun masih ada sedikit pengaruh masa kanak-kanak. Pada masa ini sangat penting adanya pengarahan dari orang-orang di sekeliling anak untuk mencapai perkembangan kedewasaan yang baik, positif dan sempurna. Jika dikaitkan dengan kasus-kasus kekerasan tersebut diatas, hal ini merupakan pengaruh dari perasaan berdasarkan tahapan perkembangan sosio emosional anak.
Tahapan-tahapan moral pada anak menurut Piaget dibedakan menjadi heteromous morality dan autonomous morality, keterhubungan antara kasus-kasus kekerasan tersebut di atas dengan tahapan moral anak akan saya tinjau seberapa besar pengaruh perkembangan moral anak terhadap tingkatan usia anak yang berimplikasi pada perilaku-perilaku anak yang menjurus kepada kekerasan terhadap teman sebayanya.
Perkembangan sosio emosional anak pada tahapan usia SD sangat dipengaruhi oleh lingkungan dimana anak tersebut berinteraksi dalam kehidupannya. Lingkungan yang baik cenderung memberikan dampak yang baik pula pada perkembangan sosio emosional anak, begitu juga sebaliknya lingkungan yang kurang baik akan sangat berdampak pada perkembangan sosio emosional anak.
Pengaruh lingkungan yang baik akan melahirkan emosi anak yang stabil dan lebih terkontrol, dalam hal ini tercermin pada tingkah keseharian anak yang lebih sering menunjukkan wajah yang ceria, mampu bergaul dengan teman secara baik, bergairah dan konsentrasi dalam belajar, serta memiliki refleks (penghargaan) kepada diri sendiri dan kepada orang lain.
Sebaliknya pengaruh lingkungan yang kurang baik akan menjadikan emosi anak menjadi kurang stabil dan kurang terkontrol (mudah marah, mudah mengeluh, kecewa, dan pesimis dalam menghadapi suatu masalah. Anak dengan pengaruh lingkungan kurang baik cenderung menunjukkan wajah yang murung, mudah tersinggung, membatasi diri dalam pergaulan,  mudah tersulut amarahnya, dan sedikit penghargaan pada diri sendiri dan orang lain.
Pengaruh lingkungan yang kurang baik pada perkembangan sosio emosional anak akan terbawa ketika anak berada pada tahap usia SMP. Pengaruh lingkungan yang kurang baik tersebut akan berdampak lebih serius/intensif pada usia ini, ditambah lagi dengan meningkatnya hormon pada masa pubertas yang lebih dikanal dengan masa badai emosional pada anak. Pada masa ini, masa bahagia sebagai anak-anak terkurangi maksimal sampai 50 persen. Jika dalam tahap ini anak masih berada dalam lingkungan yang kurang baik, maka hal ini akan sangat mempengaruhi keadaan sosio emosional anak yang akan berdampak pada kesulitan akademis, kenakalan remaja, dan hal-hal yang membahayakan lainnya jika anak tidak dibimbing untuk mampu mengontrol emosinya yang saat itu berada pada tingkat emosi yang tinggi.
Tahapan usia SMA, keadaan sosio emosional anak berada pada posisi yang mengarah kepada proses untuk mencapai tahap kedewasaannya. Pada tahapan ini, gejala sosio emosional yang sering terlihat adalah munculnya perasaan sayang, marah, takut, bangga, malu, benci, harapan, putus asa, dan hal-hal lain yang mengarah pada kedewasaan. Pada tahap ini pula akan banyak terjadi perubahan-perubahan yang sifatnya umum (universal) diantaranya meningginya emosi seiring dengan perubahan fisik dan psikis, perubahan drastis pada bagian-bagian tubuh, mulai membentuk kelompok-kelompok yang kadangkala menjadi masalah di masyarakat.
Berdasarkan penjelasan tahapan-tahapan tersebut di atas, maka sudah jelaslah bagi kita semua, bahwa kasus-kasus yang terjadi pada lingkungan pendidikan adalah bersumber kepada penanganan atau perlakuan yang tidak mendukung dari komponen-komponen pembentuk lingkungan yang dalam hal ini memberikan pengaruh yang kurang baik pada perkembangan sosio emosional anak sehingga perkembangan sosio emosional anak tidak terarah pada hal-hal yang bersifat baik dan positif dan dampak akhirnya terjadilah kasus-kasus pendidikan yang sering kita dengar dan lihat.  

a.    Tinjauan kasus pendidikan berdasarkan moral
Tahapan perkembangan moral pada perkembangan anak sesuai dengan yang disebutkan oleh Piaget dibagi menjadi dua (2) tahapan yakni tahapan heteromous morality dan tahapan autonomous morality. Pada kedua tahapan perkembangan moral tersebut memiliki ciri-ciri dan perlakuan yang berbeda dari orang-orang dewasa di sekeliling anak dalam rangka menumbuhkan moral yang baik dan sesuai dengan etika moral yang diyakini benar dalam kehidupan bermasyarakat.
Tahap perkembangan heteronomous morality adalah tahapan perkembangan pandangan moral dari sudut pandang anak-anak dimana aturan dipandang sebagai sesuatu yang tetap dan tidak dapat berubah. Ini adalah tingkatan pertama dari perkembangan moral yang mana anak-anak memandang peraturan dari pembimbing (orang dewasa) yang dihormatinya adalah sesuatu yang harus dilaksanakan dan tidak dapat dibantah. Tahapan ini terjadi pada usia anak 4 – 7 tahun. Pada anak-anak usia SD akan menganggap aturan yang diterapkan oleh gurunya adalah hal yang benar, tidak dapat ditawar, tidak boleh dibantah, dan harus dilaksanakan.
Tahapan autonomous morality adalah tahap kedua perkembangan (dimulai sekitar usia 10 tahun atau lebih), dimana anak mulai menyadari bahwa aturan dan hukum adalah buatan manusia dan bahwa dalam menilai suatu perbuatan, niat pelaku dan konsekuensinya perlu dipikirkan. Pada anak usia SMP sampai dengan usia SMA, beberapa aturan tidak serta merta diterima dan dilaksanakan, namun mulai dipikirkan sebab, alasan, dan dampak dari aturan tersebut dibuat.
Kasus-kasus dalam lingkungan pendidikan, menurut saya lebih kepada dampak dari perkembangan moral anak yang melampaui batasan usia pada tahap heteronomous. Anak seusia SD seharusnya belum waktunya untuk bertindak yang mengarah kepada kekerasan, kalaupun ada yang mengarah kepada kekerasan, hal ini sangat mungkin dipengaruhi oleh lingkungan yang memaksa anak untuk dewasa sebelum waktunya, bisa saja terjadi karena adanya pengaruh sinetron dan tontonan yang seharusnya belum waktunya diperbolehkan anak untuk melihatnya. Dalam hal ini pengaruh sinetron yang kurang berkualitas dan menampilkan banyak adegan yang seharusnya tidak ditonton oleh anak usia sekolah dasar memberikan efek atau dampak yang sangat buruk pada tahapan perkembangan moral anak.
Kekerasan dalam lingkungan pendidikan yang dilakukan oleh siswa pada usia SMP dan SMA menurut saya lebih dipengaruhi oleh lingkungan yang tidak mengakomodir kebutuhan siswa pada tahapan autonomous morality yang telah kita tahu bahwa pada tahapan ini anak mulai menyadari bahwa aturan dan hukum adalah buatan manusia dan bahwa dalam menilai suatu perbuatan, niat pelaku dan konsekuensinya perlu dipikirkan. Pada anak usia SMP sampai dengan usia SMA, beberapa aturan tidak serta merta diterima dan dilaksanakan, namun mulai dipikirkan sebab, alasan, dan dampak dari aturan tersebut dibuat. Dengan demikian seharusnya orang tua dan guru harus memberikan alasan-alasan dengan bukti-bukti nyata (kongkret) dan logis atas suatu hal yang boleh dilakukan dan tidak boleh dilakukan oleh siswa (anak) sehingga kasus-kasus kekerasan dalam linkungan pendidikan akan dapat kita hilangkan dan hindari bahkan bisa kita tiadakan.

b.    Antisipasi berupa tindakan sebagai guru dalam menyikapi kasus pendidikan
Sesuai dengan penjelasan yang telah dikemukakan di atas maka beberapa hal yang dapat kita lakukan sebagai bentuk antisipasi atas kasus-kasus dalam dunia pendidikan yang kadangkala terjadi supaya tidak terulang lagi diantaranya adalah :
1)        Memperbanyak dan meningkatkan pengetahuan dan pemahaman terhadap perkembangan anak (siswa) dan perlakuan terbaik sesuai dengan tahapan-tahapan tersebut.
2)        Memberikan tauladan / contoh terbaik kepada siswa (anak) dalam kehidupan sehari-hari anak, terutama pada tahapan perkembangan anak (siswa SD) dan pada tahap perkembangan heteronomous morality.
3)        Membimbing dan mengarahkan siswa (anak) sesuai dengan tahapan-tahapan perkembangannya.
4)        Memberikan alasan-alasan logis yang dapat diterima anak (siswa) terhadap hal-hal yang boleh dan tidak boleh dilakukan sehingga tidak ada penolakan dalam bentuk pemberontakan atas aturan yang diberlakukan kepada anak (siswa).
5)        Sebagai bagian dari komponen penyusun lingkungan, sebaiknya kita usahakan untuk memberikan kontribusi (pengaruh) yang positif dalam proses perkembangan anak baik dalam tahapan sosio emosional maupun pada tahapan moral anak (siswa).
6)        Menjalin hubungan dan komunikasi aktif, efekti dan efisien baik horisontal (dengan orang tua siswa) maupun vertikal (pengambil kebijakan pendidikan) supaya dapat bersama-sama menjaga dan membawa generasi bangsa menuju hal yang lebih baik.
7)        Mengoptimalkan partisipasi masyarakat dalam membangun sosio emosional dan moral siswa (anak).

Dengan beberapa langkah-langkah antisipasi tersebut, maka harapan saya dan juga harapan kita semua, kasus-kasus yang ada dalam lingkungan pendidikan pada khsusunya dan di masyarakat pada umumnya semakin berkurang dan tidak akan terulang kembali sehingga sebagai bangsa kita akan mampu dengan segera menggapai tujuan pendidikan dan tujuan negara sesuai dengan apa yang dicita-citakan dalam Pancasila dan Undang-Undang.

Belum ada Komentar untuk "KEKERASAN DALAM LINGKUNGAN PENDIDIKAN DITINJAU DARI USIA ANAK BERDASARKAN SOSIO EMOSIONAL DAN MORAL "

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel